Aku Dan Sang Gadis Bermata Indigo Part 10
(Aku dan Gadis Bermata Indigo! END)
(Aku dan Gadis Bermata Indigo! END)
Kami bertiga, Risna, Ratna dan saya sedang duduk di St*rbucks yang terletak tidak jauh dari Apartemen saya..
Risna masih menangis sesenggukan sementara Ratna hanya menatap ke bawah dan terlihat agak tidak nyaman.
Sedangkan saya? well... Smoked Beef Croissant ternyata enak juga.
Yahh, bukannya tidak berperasaan ya. Jujur, waktu itu saya juga bingung mau bagaimana menyelesaikan ini. Tapi kalau sayapun ikut stress maka yang terjadi malah masalah ini tidak akan selesai.
Jadi lebih baik kita mengisi perut kan?
"Ris, Rat, nanti aja ngomongnya, makan dulu itu" kata saya pada mereka berdua.
Mereka berdua menatap saya.
Risna menggeleng dan membiarkan saja makanan dan kopi yang sudah dipesannya berada di mejanya, sedangkan Ratna hanya meminum Frappe yang dipesannya.
"Hmm.." gumam saya ketika melihat hal itu.
Karena hari semakin siang sampai-sampai kucing di pojokan luar sudah kepanasan dan pindah dan karena Matahari sedang lucu-lucunya memberikan suhu yang sangat panas dan Bule yang duduk di seberang itu cantik juga...upss...
Ngelantur deh jadinya
Jadi sayapun segera memulai pembicaraan ini.
Tapi baru saja mulai kata-kata "Ris, aku mau nanya"
Ehh.. langsung dia nangis.
Padahal belum juga diapa-apain.....
Baru setelah 15 menit kemudian baru pembicaraan dapat dimulai...
Tapi intinya saya mengatakan kepada Risna mengenai masalah diantara kami dan meminta untuk mengakhiri hubungan antara kami berdua. (maaf bagi yang kepo, pembicaraan detail saya skip untuk kebaikan Risna dan supaya agan-agan sekalian nggak mencontoh cara memutuskan pacar yang baik dan benar)
Tapi alasan saya untuk meminta hubungan diakhiri cukup solid. Yaitu saya tidak ingin Risna jadi mencari hubungan semata untuk hubungan badan saja. Tidak nyaman bagi saya dan tidak baik untuk Risna sendiri.
Risna meminta untuk tidak putus dan hanya dalam sesi break saja untuk sementara. Tapi saya mengatakan kalau hal itu pada akhirnya akan sama saja, pada akhirnya keadaan kembali seperti ini lagi.
Saya tidak menyalahkan Ratna, kehadirannya hanya membuat saya yakin kalau Risna sudah terlalu terikat pada hubungan badan. Hubungan diantara saya dan Risna pada saat ini hampir tanpa komunikasi berarti kecuali pada saat kami berdua berhubungan badan. Dan itulah yang saya hindari.
Dan demikianlah hubungan antara aku dan Risna berakhir.
Dan saat itulah Risna dan Ratna jadi sering terlihat bersama seperti teman baik.
Beberapa hari kemudian, pada awal minggu. Tibalah hari ketika saya mengajar kembali kelas Elisa.
Yah, gadis itu kembali memasang topeng muka datarnya di kelas. Terlepas dari saya menjahili dia dengan memintanya menjawab jawaban di papan tulis yang hanya dijawab dengan "Maaf ko, saya tidak mengerti" yang membuat jahilku langsung gagal total.
Selesai kuliah, ketika kelas saya bubarkan. Saya mengejar Elisa yang seperti biasa, keluar lebih duluan.
"Hei Lis!!" panggil saya.
Boro-boro dia berbalik dan menjawab, gadis ini malah berjalan semakin cepat.
"Wha?"
Akhirnya saya mengejar dia.
Alhasil, kami berdua bagaikan atlit jalan cepat yang sedang berlomba jalan cepat menyusuri lorong kampus itu dengan cepat.
"Hei... tunggu..." panggil saya akhirnya dengan separuh terengah-engah.
Akhirnya dia berbalik dan menatap saya dengan tatapan galak.
Ew.. apa lagi salah saya emangnya? teriak saya dalam hati.
Elisa hanya menatap saya dengan galak tanpa bergeming.
"Lis?"
Saya memanggilnya dengan bulir-bulir keringat mengalir di pipi.
"Apa??" jawabnya galak.
"Saya salah apa lagi?" tanya saya.
Elisa mendesah sambil memijit kepalanya.
"Koko sadar gak sih?"
"Sadar apaan?"
"Koko itu beneran kagak sadar?"
"Makanya saya tanya sadar apaan?"
"Hadehhh"
Elisa kembali memijit kepalanya sambil mengerutkan alisnya, dan lagi-lagi memasang wajah teman baik ICA.
"Koko pernah dibilang orang enggak peka?" tanya Elisa.
"Sering banget itumah" jawab saya bangga.
"Malah bangga lagi" kata Elisa sembari menonjokku.
"Aduh, anti kekerasan!!" kata saya.
"Udah ah cape!" kata Elisa lagi sambil berbalik pergi.
"Ehh, tunggu Lis" panggil saya menahannya.
"Apa siiihhh?" kata Elisa, tapi pelototannya sudah berkurang.
"Kasitau dulu lah apa maksud kamu?" kata saya.
"Yang mana?"
"Yang kamu bilang saya enggak tau?"
Elisa menatap saya, kembali mendesah dan akhirnya mengatakan pada saya "Koko gak sadar soal koko putus sama ci Risna udah diomongin ama anak-anak tadi di kelas?"
"Hah?"
"Terus emangnya koko beneran enggak sadar Fenny ama genknya gosipin koko terus setiap kelas?"
"Gosip apaan?"
"Aduuhhh,.. jelas karena mereka suka koko lah..!" jelas Elisa.
"What?" teriak saya kaget.
Elisa menatap saya tajam. "Seriusan baru tau?"
"Emangnya keliatannya saya ini buaya gitu?" tanya saya.
"Emangnya enggak?"
"Enggak lah"
"Nggak percaya" kata Elisa sambil melengos pergi.
"Ehh, maen pergi lagi aja" kata saya menahannya pergi.
"Apa sih??"
"Kamu udah makan?"
"Belom"
"Yuk makan" kata saya.
Lagi-lagi tatapan galak dikeluarkan oleh Elisa.. ampun deh, apa gak bisa kasih muka innocent kayak tidur waktu itu?
"Innocent apaan? mana pernah?"
Eh?
Kayaknya pikiran barusan saya ngomongnya kenceng ya?
"Aku emang galak dari sananya" kata dia lagi dengan muka lebih sangar lagi.
"Udah ah bawel, ayo makan" ajak saya lagi.
"Ogah"
"Katanya belom makan?"
"Bukan itu"
"Terus?"
"Takut digosipin"
"Ya udah makannya jauhan aja, ikut saya"
"Enggak mau juga"
"Kenapa lagi?"
"Takut dimodusin"
Kadang saya bertanya-tanya, apa ICA bakal selalu ada diantara kami berdua ya? karena saya yakin kali ini wajah saya yang menunjukkan kalau saya teman baik sama ICA. "Siapa yang mau modusin kamu sih?"
Elisa menunjuk pada saya.
"Kagak, saya nggak tertarik punya cewek lagi. Kalo emang mau modus pasti saya bilang terus terang"
Elisa menatap saya dengan tatapan menyelidiki.
"Serius, kalo saya mau deketin cewek pasti saya ngomong terus terang, saya gak suka modus, tanya aja sama RIsna"
"Kalian kan udah putus"
Oh iye.... kata saya dalam hati.
"Ah.. ya pokoknya saya selalu terus terang. Tar kalo saya emang niat deketin kamu pasti saya ngomong dulu"
"Terus kalo gak niat deketin aku ngapain ngajak makan bareng?"
"Kamu belom makan kan?"
"Iya, terus?"
"Kalo liat dari gaya kamu kayaknya kamu bakal males makan di kampus kan?"
"Iya sih.."
"Terus mau makan di warung depan kost kamu?"
"Yah.. mungkin aja"
"Nggak enak kan?"
"Yang penting makan aja lah"
"Nah, daripada yang penting makan mendingan ayo makan bareng ajalah"
"Ntar digosipin"
"Biar, toh kita gak ada macem-macem"
"Koko mah enak, ntar aku yang di bully"
"Kalo ampe begitu saya yang belain"
Elisa menatap saya dan membuka mulutnya untuk menjawab kata-kata saya, tapi dia urungkan dan hanya mengangkat bahunya dan berkata "Terserah deh, percuma juga kayaknya berdebat"
Yah, jadi saya mengajaknya makan ke daerah P*cenongan.
Selama perjalanan kami hampir tidak mengatakan apapun.
Elisa sendiri kebanyakan hanya menatap saya dan membuang muka ketika saya menyadari kalau dia menatap saya dan menengok ke arahnya.
Baru ketika kami duduk dan makanan terhidang, baru saya akhirnya membuka pembicaraan.
"Lis? kamu masih diganggu ama.. yahh kamu-tau-lah?" saya bertanya.
" 'mereka' ?" tanya Elisa kembali.
"Mereka?"
"Iya, sebutan aku buat yang dari dunia lain"
"Ohhhh" kata saya "Iya, 'mereka' "
"Masih lah, memang gimana caranya tiba-tiba berhenti?"
"Kok gak panggil saya?"
"Hah? panggil koko?" kata Elisa bingung, kemudian dia tersadar "Oh, jadi itu serius?"
"Serius" jawab saya singkat.
"Kenapa koko mau repot-repot demi aku sih?" tanya dia.
Saya mengulangi yang waktu itu saya lakukan. Yaitu menunjuk diri saya sendiri "cowok" lalu menunjuk Elisa "cewek"
Elisa menjawab saya tidak sabar "Iya tau soal cowok dan cewek itu, tapi kan kita bahkan enggak deket"
"Masalahnya?"
"Yah, masa iya koko gak ada alasannya mau bantu aku?"
"Butuh alasan ya emang?"
"Ya iyalah.. kalo koko gak berharap sesuatu dari aku masa iya mau bantuin?"
Saya berpikir, sungguhan berpikir. Karena jujur, pertanyaan Elisa ada benarnya dan saya bingung karena hal itu tidak terpikirkan pada saya sebelumnya.
"Seriusan? Koko beneran gak mikir sampe kesitu?" tanya Elisa ketika saya masih berpikir apa sih alasan saya.. dan tidak kunjung menemukannya (serius, saya orangnya one-track-mind. Jadi kalo udah merasa seharusnya begitu, ya saya lakukan lah. Kadang malah gak pake logika).
Dan dia tertawa. keras sekali sampai beberapa pengunjung restoran itu melihat kami.
"Huss..Huss.." saya menenangkan dia supaya menurunkan volume tertawanya.
"Kamu ya, biasanya ketus dan galak tapi begitu ketawa kenceng banget" kata saya pada Elisa setelah dia berhasil mengatur tawanya.
"Emang aku biasanya gak pernah ketawa kok" jawabnya sambil masih menyengir "Tau deh, koko beneran orang aneh"
"Aneh?" #itu_benar
Yap, emang saya agak aneh sepertinya. Bahkan sampai sekarangpun Elisa sering mengatakan kalau jalan pikiran saya itu aneh dan gak seperti orang-orang lain.
Gak apa-apa lah, anti-mainstream.
"Jadi, beneran karena mau nolongin aku?" tanya Elisa sekali lagi.
Saya mengangguk "Saya justru malah nggak bisa kalo udah tau kamu lagi kesulitan malah nggak nolongin"
"Tapi ini soal hantu lho, kadang malah ketemu yang aneh-aneh" kata Elisa yang membuat saya begidik membayangkannya "Yakin tuh koko bisa nolongin?"
Saya menggeleng "Enggak, kali aja saya nggak bisa nolongin" kata saya.
"Loh?"
"Saya bukan dukun Lis, tapi seenggaknya saya bisa jadi bemper kalo kamu sampai kayak kemarin lagi" kata saya sembari kembali begidik membayangkan suasana kamar yang berantakan dan sosok Elisa yang bersimbah darah.
"Jadi koko pengen digebukin setan? koko ini massochist ato apa sih?"
"Bukan pengen digebukin setan.. kamu ini bener-bener, maksudnya setidaknya kalau koko yang digituin nggak separah kamu"
"Yakin banget" kata Elisa, terlihat tidak yakin.
"Ehh, jelek-jelek gini seenggaknya saya ikut karate, udah biasa bonyok" kata saya.
"Ahahahahahaha!!" Elisa kembali tertawa meskipun tidak sekencang tadi. "Ok-Ok" katanya setelah berhasil berhenti tertawa "Meskipun aku nggak yakin koko bisa nolongin, tapi thanks yah"
"Saya gak perlu terimakasih Lis"
Elisa memandang saya dengan bingung. Kemudian berganti curiga.
"Ihh.. mau minta bayaran apaan?" tanyanya
Lagi-lagi, saya merasa dekat dengan ICA.
"Bercanda koko" kata Elisa lagi. "Lalu koko maunya apa?"
"Serius ya ini" kata saya.
"Iyaa"
"Kalau kamu kira-kira diganggu ataupun mau diganggu oleh 'mereka' "
Elisa mengangguk dan menunggu saya menyelesaikan kata-kata saya sambil meminum jus jeruknya.
"Panggil saya?"
'PRUTT!!'
Elisa menyemburkan jus jeruknya yang sedang diminumnya.
"Hahhhh??" teriak Elisa.
"Serius nihh" kata saya lagi.
Untuk kesekian kalinya (pembaca udah bosen juga kali) Elisa memandang saya dengan menyelidiki.
Tapi akhirnya dia mengatakan "Okelah"
Pada saat itu, saya senang dan lega mendengarnya bagaikan sembelit yang seminggu belum keluar akhirnya keluar juga. Tau deh kenapa.
Tapi mulai dari saat itu, Elisa benar-benar melibatkan saya pada petualangan yang mengakibatkan saya bertemu dengan 'mereka'
- TAMAT -
Risna masih menangis sesenggukan sementara Ratna hanya menatap ke bawah dan terlihat agak tidak nyaman.
Sedangkan saya? well... Smoked Beef Croissant ternyata enak juga.
Yahh, bukannya tidak berperasaan ya. Jujur, waktu itu saya juga bingung mau bagaimana menyelesaikan ini. Tapi kalau sayapun ikut stress maka yang terjadi malah masalah ini tidak akan selesai.
Jadi lebih baik kita mengisi perut kan?
"Ris, Rat, nanti aja ngomongnya, makan dulu itu" kata saya pada mereka berdua.
Mereka berdua menatap saya.
Risna menggeleng dan membiarkan saja makanan dan kopi yang sudah dipesannya berada di mejanya, sedangkan Ratna hanya meminum Frappe yang dipesannya.
"Hmm.." gumam saya ketika melihat hal itu.
Karena hari semakin siang sampai-sampai kucing di pojokan luar sudah kepanasan dan pindah dan karena Matahari sedang lucu-lucunya memberikan suhu yang sangat panas dan Bule yang duduk di seberang itu cantik juga...upss...
Ngelantur deh jadinya
Jadi sayapun segera memulai pembicaraan ini.
Tapi baru saja mulai kata-kata "Ris, aku mau nanya"
Ehh.. langsung dia nangis.
Padahal belum juga diapa-apain.....
Baru setelah 15 menit kemudian baru pembicaraan dapat dimulai...
Tapi intinya saya mengatakan kepada Risna mengenai masalah diantara kami dan meminta untuk mengakhiri hubungan antara kami berdua. (maaf bagi yang kepo, pembicaraan detail saya skip untuk kebaikan Risna dan supaya agan-agan sekalian nggak mencontoh cara memutuskan pacar yang baik dan benar)
Tapi alasan saya untuk meminta hubungan diakhiri cukup solid. Yaitu saya tidak ingin Risna jadi mencari hubungan semata untuk hubungan badan saja. Tidak nyaman bagi saya dan tidak baik untuk Risna sendiri.
Risna meminta untuk tidak putus dan hanya dalam sesi break saja untuk sementara. Tapi saya mengatakan kalau hal itu pada akhirnya akan sama saja, pada akhirnya keadaan kembali seperti ini lagi.
Saya tidak menyalahkan Ratna, kehadirannya hanya membuat saya yakin kalau Risna sudah terlalu terikat pada hubungan badan. Hubungan diantara saya dan Risna pada saat ini hampir tanpa komunikasi berarti kecuali pada saat kami berdua berhubungan badan. Dan itulah yang saya hindari.
Dan demikianlah hubungan antara aku dan Risna berakhir.
Dan saat itulah Risna dan Ratna jadi sering terlihat bersama seperti teman baik.
Beberapa hari kemudian, pada awal minggu. Tibalah hari ketika saya mengajar kembali kelas Elisa.
Yah, gadis itu kembali memasang topeng muka datarnya di kelas. Terlepas dari saya menjahili dia dengan memintanya menjawab jawaban di papan tulis yang hanya dijawab dengan "Maaf ko, saya tidak mengerti" yang membuat jahilku langsung gagal total.
Selesai kuliah, ketika kelas saya bubarkan. Saya mengejar Elisa yang seperti biasa, keluar lebih duluan.
"Hei Lis!!" panggil saya.
Boro-boro dia berbalik dan menjawab, gadis ini malah berjalan semakin cepat.
"Wha?"
Akhirnya saya mengejar dia.
Alhasil, kami berdua bagaikan atlit jalan cepat yang sedang berlomba jalan cepat menyusuri lorong kampus itu dengan cepat.
"Hei... tunggu..." panggil saya akhirnya dengan separuh terengah-engah.
Akhirnya dia berbalik dan menatap saya dengan tatapan galak.
Ew.. apa lagi salah saya emangnya? teriak saya dalam hati.
Elisa hanya menatap saya dengan galak tanpa bergeming.
"Lis?"
Saya memanggilnya dengan bulir-bulir keringat mengalir di pipi.
"Apa??" jawabnya galak.
"Saya salah apa lagi?" tanya saya.
Elisa mendesah sambil memijit kepalanya.
"Koko sadar gak sih?"
"Sadar apaan?"
"Koko itu beneran kagak sadar?"
"Makanya saya tanya sadar apaan?"
"Hadehhh"
Elisa kembali memijit kepalanya sambil mengerutkan alisnya, dan lagi-lagi memasang wajah teman baik ICA.
"Koko pernah dibilang orang enggak peka?" tanya Elisa.
"Sering banget itumah" jawab saya bangga.
"Malah bangga lagi" kata Elisa sembari menonjokku.
"Aduh, anti kekerasan!!" kata saya.
"Udah ah cape!" kata Elisa lagi sambil berbalik pergi.
"Ehh, tunggu Lis" panggil saya menahannya.
"Apa siiihhh?" kata Elisa, tapi pelototannya sudah berkurang.
"Kasitau dulu lah apa maksud kamu?" kata saya.
"Yang mana?"
"Yang kamu bilang saya enggak tau?"
Elisa menatap saya, kembali mendesah dan akhirnya mengatakan pada saya "Koko gak sadar soal koko putus sama ci Risna udah diomongin ama anak-anak tadi di kelas?"
"Hah?"
"Terus emangnya koko beneran enggak sadar Fenny ama genknya gosipin koko terus setiap kelas?"
"Gosip apaan?"
"Aduuhhh,.. jelas karena mereka suka koko lah..!" jelas Elisa.
"What?" teriak saya kaget.
Elisa menatap saya tajam. "Seriusan baru tau?"
"Emangnya keliatannya saya ini buaya gitu?" tanya saya.
"Emangnya enggak?"
"Enggak lah"
"Nggak percaya" kata Elisa sambil melengos pergi.
"Ehh, maen pergi lagi aja" kata saya menahannya pergi.
"Apa sih??"
"Kamu udah makan?"
"Belom"
"Yuk makan" kata saya.
Lagi-lagi tatapan galak dikeluarkan oleh Elisa.. ampun deh, apa gak bisa kasih muka innocent kayak tidur waktu itu?
"Innocent apaan? mana pernah?"
Eh?
Kayaknya pikiran barusan saya ngomongnya kenceng ya?
"Aku emang galak dari sananya" kata dia lagi dengan muka lebih sangar lagi.
"Udah ah bawel, ayo makan" ajak saya lagi.
"Ogah"
"Katanya belom makan?"
"Bukan itu"
"Terus?"
"Takut digosipin"
"Ya udah makannya jauhan aja, ikut saya"
"Enggak mau juga"
"Kenapa lagi?"
"Takut dimodusin"
Kadang saya bertanya-tanya, apa ICA bakal selalu ada diantara kami berdua ya? karena saya yakin kali ini wajah saya yang menunjukkan kalau saya teman baik sama ICA. "Siapa yang mau modusin kamu sih?"
Elisa menunjuk pada saya.
"Kagak, saya nggak tertarik punya cewek lagi. Kalo emang mau modus pasti saya bilang terus terang"
Elisa menatap saya dengan tatapan menyelidiki.
"Serius, kalo saya mau deketin cewek pasti saya ngomong terus terang, saya gak suka modus, tanya aja sama RIsna"
"Kalian kan udah putus"
Oh iye.... kata saya dalam hati.
"Ah.. ya pokoknya saya selalu terus terang. Tar kalo saya emang niat deketin kamu pasti saya ngomong dulu"
"Terus kalo gak niat deketin aku ngapain ngajak makan bareng?"
"Kamu belom makan kan?"
"Iya, terus?"
"Kalo liat dari gaya kamu kayaknya kamu bakal males makan di kampus kan?"
"Iya sih.."
"Terus mau makan di warung depan kost kamu?"
"Yah.. mungkin aja"
"Nggak enak kan?"
"Yang penting makan aja lah"
"Nah, daripada yang penting makan mendingan ayo makan bareng ajalah"
"Ntar digosipin"
"Biar, toh kita gak ada macem-macem"
"Koko mah enak, ntar aku yang di bully"
"Kalo ampe begitu saya yang belain"
Elisa menatap saya dan membuka mulutnya untuk menjawab kata-kata saya, tapi dia urungkan dan hanya mengangkat bahunya dan berkata "Terserah deh, percuma juga kayaknya berdebat"
Yah, jadi saya mengajaknya makan ke daerah P*cenongan.
Selama perjalanan kami hampir tidak mengatakan apapun.
Elisa sendiri kebanyakan hanya menatap saya dan membuang muka ketika saya menyadari kalau dia menatap saya dan menengok ke arahnya.
Baru ketika kami duduk dan makanan terhidang, baru saya akhirnya membuka pembicaraan.
"Lis? kamu masih diganggu ama.. yahh kamu-tau-lah?" saya bertanya.
" 'mereka' ?" tanya Elisa kembali.
"Mereka?"
"Iya, sebutan aku buat yang dari dunia lain"
"Ohhhh" kata saya "Iya, 'mereka' "
"Masih lah, memang gimana caranya tiba-tiba berhenti?"
"Kok gak panggil saya?"
"Hah? panggil koko?" kata Elisa bingung, kemudian dia tersadar "Oh, jadi itu serius?"
"Serius" jawab saya singkat.
"Kenapa koko mau repot-repot demi aku sih?" tanya dia.
Saya mengulangi yang waktu itu saya lakukan. Yaitu menunjuk diri saya sendiri "cowok" lalu menunjuk Elisa "cewek"
Elisa menjawab saya tidak sabar "Iya tau soal cowok dan cewek itu, tapi kan kita bahkan enggak deket"
"Masalahnya?"
"Yah, masa iya koko gak ada alasannya mau bantu aku?"
"Butuh alasan ya emang?"
"Ya iyalah.. kalo koko gak berharap sesuatu dari aku masa iya mau bantuin?"
Saya berpikir, sungguhan berpikir. Karena jujur, pertanyaan Elisa ada benarnya dan saya bingung karena hal itu tidak terpikirkan pada saya sebelumnya.
"Seriusan? Koko beneran gak mikir sampe kesitu?" tanya Elisa ketika saya masih berpikir apa sih alasan saya.. dan tidak kunjung menemukannya (serius, saya orangnya one-track-mind. Jadi kalo udah merasa seharusnya begitu, ya saya lakukan lah. Kadang malah gak pake logika).
Dan dia tertawa. keras sekali sampai beberapa pengunjung restoran itu melihat kami.
"Huss..Huss.." saya menenangkan dia supaya menurunkan volume tertawanya.
"Kamu ya, biasanya ketus dan galak tapi begitu ketawa kenceng banget" kata saya pada Elisa setelah dia berhasil mengatur tawanya.
"Emang aku biasanya gak pernah ketawa kok" jawabnya sambil masih menyengir "Tau deh, koko beneran orang aneh"
"Aneh?" #itu_benar
Yap, emang saya agak aneh sepertinya. Bahkan sampai sekarangpun Elisa sering mengatakan kalau jalan pikiran saya itu aneh dan gak seperti orang-orang lain.
Gak apa-apa lah, anti-mainstream.
"Jadi, beneran karena mau nolongin aku?" tanya Elisa sekali lagi.
Saya mengangguk "Saya justru malah nggak bisa kalo udah tau kamu lagi kesulitan malah nggak nolongin"
"Tapi ini soal hantu lho, kadang malah ketemu yang aneh-aneh" kata Elisa yang membuat saya begidik membayangkannya "Yakin tuh koko bisa nolongin?"
Saya menggeleng "Enggak, kali aja saya nggak bisa nolongin" kata saya.
"Loh?"
"Saya bukan dukun Lis, tapi seenggaknya saya bisa jadi bemper kalo kamu sampai kayak kemarin lagi" kata saya sembari kembali begidik membayangkan suasana kamar yang berantakan dan sosok Elisa yang bersimbah darah.
"Jadi koko pengen digebukin setan? koko ini massochist ato apa sih?"
"Bukan pengen digebukin setan.. kamu ini bener-bener, maksudnya setidaknya kalau koko yang digituin nggak separah kamu"
"Yakin banget" kata Elisa, terlihat tidak yakin.
"Ehh, jelek-jelek gini seenggaknya saya ikut karate, udah biasa bonyok" kata saya.
"Ahahahahahaha!!" Elisa kembali tertawa meskipun tidak sekencang tadi. "Ok-Ok" katanya setelah berhasil berhenti tertawa "Meskipun aku nggak yakin koko bisa nolongin, tapi thanks yah"
"Saya gak perlu terimakasih Lis"
Elisa memandang saya dengan bingung. Kemudian berganti curiga.
"Ihh.. mau minta bayaran apaan?" tanyanya
Lagi-lagi, saya merasa dekat dengan ICA.
"Bercanda koko" kata Elisa lagi. "Lalu koko maunya apa?"
"Serius ya ini" kata saya.
"Iyaa"
"Kalau kamu kira-kira diganggu ataupun mau diganggu oleh 'mereka' "
Elisa mengangguk dan menunggu saya menyelesaikan kata-kata saya sambil meminum jus jeruknya.
"Panggil saya?"
'PRUTT!!'
Elisa menyemburkan jus jeruknya yang sedang diminumnya.
"Hahhhh??" teriak Elisa.
"Serius nihh" kata saya lagi.
Untuk kesekian kalinya (pembaca udah bosen juga kali) Elisa memandang saya dengan menyelidiki.
Tapi akhirnya dia mengatakan "Okelah"
Pada saat itu, saya senang dan lega mendengarnya bagaikan sembelit yang seminggu belum keluar akhirnya keluar juga. Tau deh kenapa.
Tapi mulai dari saat itu, Elisa benar-benar melibatkan saya pada petualangan yang mengakibatkan saya bertemu dengan 'mereka'
- TAMAT -
Lihat Semua Daftar Part Terbaru
Source : Kaskus
Silahkan Berkomentar Dengan Sopan :)