Aku Dan Sang Gadis Bermata Indigo Part 9


Aku Dan Sang Gadis Bermata Indigo Part 9
(Kecil, Cantik Tapi Galak. Apaan coba itu?)

Beneran saya pegel banget pas bangun pagi-pagi karena saya ketiduran di samping tempat tidur Elisa dengan posisi duduk miring.

Tapi setidaknya wajah yang berada di depan saya membuat saya berpikir. 'Worth it lah'.

Siapa yang menyangka gadis galak dan suka main tonjok ternyata secantik ini kalau sedang tidur?

Saya berpikir. Elisa, gadis yang sedang tidur di depanku sambil masih menggenggam lengan kaos saya ini memang super misterius dan super aneh deh.

Gimana enggak? sepertinya selalu ada sifat berlawanan yang selalu saya temukan dari gadis ini.

Kalau diibaratkan gadis ini memakai beberapa lapis topeng. Topeng cool dan kalem seperti yang dia tunjukkan di Kampus, Topeng galak dan sassy ketika dia bangun, Topeng manja dan sedikit labil ketika dia menangis di lengan saya, Topeng polos dan malah terkesan innocent ketika dia tidur.

Entah yang mana sih sebenarnya sifat kamu ini? pikir saya waktu itu.

Saya merengganggkan punggung saya semaksimal mungkin tanpa mengganggu tidur Elisa dan menatap sekeliling kamar Elisa yang terlihat kosong untuk ukuran cewek.

Mata saya berhenti pada jam dinding polos hadiah dari bank yang tergantung.

"Wha....? Jam 8??" teriak saya dalam hati.

Gile... saya tidur kayak kebo juga ya...

"Elisa..." bisik saya mencoba membangunkan dia.

Elisa masih tertidur lelap.

Saya menatap dia sejenak, menatap wajah polos dan Innocent dan membandingkannya dengan wajah cueknya di kampus yang saya ingat. Benar-benar tidak cocok. Pikir saya

Saya mengulurkan tangan saya yang bebas untuk menyingkirkan rambut yang menghalangi hidungnya.

Jari saya baru menyentuh pipinya ketika mata Elisa yang entah kapan membuka menatap saya dengan galak.

Nah.. ini nih muka juteknya.... Pikir saya.

Tangan Elisa memegang pergelangan tangan saya yang sedang mengusap pipinya.

"Ketauan kan, pegang-pegang!!" tuduh Elisa.

"Haaaa??" saya melongo.

"Ngaku, selama aku tidur udah pegang-pegang apa aja?" katanya sambil membereskan letak selimutnya dengan lengannya yang lain.

Saya tidak menjawab.

Tapi saya mencubit pipinya yang tembem dengan gemas.

"Awww....awww...aww!!" teriaknya ketika saya mencubit pipinya itu.

Saya melepasnya dan berkata "Enak aja tuduh-tuduh saya cari kesempatan terus, saya bukan cowok begitu" kata saya sambil beranjak berdiri dan beranjak keluar

"Aduuhh sakit tau!!" keluhnya.

"Sana bangun, tuker baju atau mandi, asem tau" kata saya.

Saya mengambil kemeja saya yang tergeletak dan bersimbah darah. "Saya pulang ya? kamu udah gak apa-apa kan?" kata saya.

"Eh, ko!! Sebentar!!" teriak Elisa dari dalam kamar.

"Hah? kenapa?" tanya saya dengan khawatir. Saya buru-buru kembali ke kamarnya dan hendak membuka pintunya.

"Ehhh!! JANGAN BUKA PINTUNYA!!!" Teriaknya.

Saya membeku dengan posisi tangan saya sudah membuka sedikiiiit sekali pintunya.

Elisa mendorong pintu yang baru terbuka sedikit itu dengan kencang hingga menutup dengan suara berdebam.

"Aku lagi nggak pake beha!!!" teriak dia dari dalem.

"Kagak usah disebutin!!!" teriak saya dari luar.

Ampun deh... entah jujur entah mau menguji iman saya.

Saya berusaha keras untuk menghilangkan ingatan mengenai bra biru yang kemarin dari ingatan saya.

"Jadi ada apaan sih?" kata saya akhirnya.

'Krek' pintu kamar Elisa terbuka. Kali ini dia sudah mengenakan kaos yang lebar dan mengikat rambutnya ke atas "Koko disitu aja jangan deket-deket, aku lagi nggak pake daleman soalnya, mau mandi!"

Reaksi saya?

Mikir jorok? salah.

Langsung terkam Elisa? lebih salah lagi.

Berusaha lihat tembus pandang? Ealah, lo kate gue supermen?

Kagak, reaksi saya adalah reaksi paling alami. Yaitu melongo.

Elisa menutupi badannya dengan handuk lebar. "Ihhh, tuh kan liat-liat"

"Arggghhh!!!" saya berteriak frustasi.

Elisa melihat saya dengan bingung sambil mundur. Dia hanya menanyakan satu kata "Kumat?"

"RRRR!!! kamu ini sebenernya mancing saya ato gimana sih?" kata saya frustasi.

"Mancing apaan?" tanyanya.

"Arrr!!! udah ah, kamu buruan mandi, kalo kamu godain terus jangan salahin saya beneran saya sosor nanti!!" kata saya frustasi.

Tadinya saya berharap kalau Elisa akan meledek saya atau mengatakan kalau dia sedang menjebak saya, atau misalkan hoki saya setahun lagi dipakai untuk sekarang, dia akan mengatakan kalau memang dia memancing saya.

Tapi enggak.

Elisa malah terdiam dan terlihat bingung.

Belakangan saya baru tau sih, ternyata waktu itu dia beneran gak ada maksud apa-apa. Ini anak beneran polos sepolos-polosnya. Gak tau badjingannya laki-laki tuh kayak apa. Pantes aja mantannya yang pertama itu ngerasa bisa dapetin badannya ni anak. Polos banget sih. Thanks for Mbak 'Dress Putih' deh jadi gak kejadian. (yang mau tau siapa 'dress putih' itu wajib baca ini. Iklan dikit, wkwkwkwk)

"Ehh... aku cuma mau say thanks kok" kata gadis itu.

"Ohh.. terus?" tanya saya dengan masih sedikit frustasi.

"Ya itu aja... kok koko malah marah sih?" tanyanya.

"Saya enggak marah, frustasi aja" jawab saya.

Elisa melihat saya dengan bingung tapi dia mengangguk. Saya rasa sih dia tidak mengerti deh kalau dilihat dari wajahnya waktu itu.

"Ya udah saya pulang dulu." kata saya lagi.

"Iya ko" jawab Elisa.

"Untuk sarapan panasin aja sop cream kemaren, rotinya juga masih ada di kulkas kok" kata saya lagi sambil mengenakan sepatu.

"Oh, terus" saya melanjutkan sebelum saya keluar pintu "Kalau ada masalah langsung hubungi saya" kata saya.

"Masalah apa?" tanya Elisa.

Saya berpikir sejenak "Semua masalah sih boleh benernya, tapi terutama masalah-itu-lho" kata saya.

"Masalah-itu-lho, itu apa?"

"Masa nggak ngerti soal masalah-itu-lho sih?"

Elisa berpikir sejenak, kemudian mulutnya membentuk huruf o.

Buset ni anak emang lemot atau nyawanya belum kekumpul karena baru bangun? Jujur, itu adalah yang saya pikirkan waktu itu (*Bugh* #ditonjokElisa)

"masalah HANTU maksudnya?" tanya Elisa.

Saya mengangguk.

"Lho.. katanya koko anti sama 'mereka' ?"

"Emang sih... saya emang takut sama 'mereka' " kata saya jujur.

"Jadi? maksudnya koko mau jadi temen curhat gitu? kalau aku diganggu 'mereka' ?"

"Enggak, jadi bemper juga boleh"

"Hah?"

"Maksudnya, nemenin kamu ngadepin 'mereka' juga boleh" kata saya.

Kali ini wajah Elisa keliatan bingung, berpikir, kemudian dengan ragu berkata "Koko emang yakin berani?"

"Enggak" kata saya singkat dan yakin.

Elisa terlihat mengeluarkan wajah seakan-akan mengenal si ICA.

ICA siapa? masa agan gak kenal sih.

ICAPEDEEHH

"Terus gimana mau nemenin aku ngadepin 'mereka' " kata Elisa dengan masih memasang ekspresi wajah seakan dia teman dekat si ICA.

"Enggak tau sih.. tapi"

"Tapi apa?"

Saya menunjuk diri saya sendiri "Cowok" kata saya.

Saya menunjuk Elisa "Cewek" kata saya.

(Iya, emang saya minjem gayanya Elisa kemaren pas lagi Godzilla vs T-Rex vs Ultraman)

"Udah jelas saya gak mau kamu ngadepin kalo sampe kayak kemaren sendirian" kata saya.

Elisa terdiam sejenak.

Ehh.. dia malah senyum jahil.

"Koko modus ya??? awas ntar aku aduin ci Risna lho" katanya.

Gubrak beneran ini anak. Eh, btw saya baru inger soal si Risna. Urusan kemaren kan belom kelar..... pikir saya.

Nanti deh saya kelarin.. pikir saya lagi.

Tapi sekarang harus jawab ini gadis unik ini dulu. "Kalo saya modus ya, saya bakalan deketin kamu tapi gak mau deket-deket ama kamu-tau-lahh" kata saya.

"Jadi tujuan koko?" tanya Elisa.

"Nothing" kata saya "Beneran cuman ngerasa kayaknya karena saya udah tau, saya gak bisa pura-pura cuek, itu doang"

"Beneran bukan modus?" tanyanya lagi.

Kali ini saya yang menjadi teman dekat ICA.

"Udah ah, kamu nilai sendiri. saya pulang dulu" kata saya sambil permisi keluar.

Saya langsung pulang ke apartemen saya. Sesampainya di apartement pandangan orang menuju ke saya karena menenteng kemeja penuh dengan darah.

"Ada anjing kegiling mobil tadi" kata saya kepada beberapa kenalan penghuni Apartemen yang bertanya.

Mereka separuh percaya. Iya sih, saya juga pasti begitu. Soalnya darah di kemeja saya banyak banget, anjing segede apa emang yang ketabrak. Saya pasti berpikir seperti itu juga.

Akhirnya saya mencapai kamar saya.

Dan di depan kamar saya, Risna dan Miyabi....

Eh salah, Ratna maksudnya.

Sudah menunggu saya.

Mata Risna sembab dan merah. Dia pasti habis menangis.

Sedangkan si Miyabi... ehh.. salah lagi, Ratna maksudnya, kelihatan sedang bingung.

Keduanya melihat saya ketika saya memasuki lorong itu.

Risna menatap saya dan hendak mengatakan sesuatu, tapi kemudian matanya menatap ke arah kemeja berdarah yang saya pegang.

Wajahnya langsung berubah khawatir dan mendekati saya dengan buru-buru.

"Kamu kenapa? kecelakaan? luka dimana?" cerocosnya sambil memeriksa keadaan saya.

"Enggak ni bukan luka aku" kata saya "Kalo luka darah segini banyak mah uda pasti keliatan kali" kata saya lagi.

Dalam hati saya menambahkan 'kecuali wolverine'

"Jadi?" tuntut Risna.

"Ada... sapi ketabrak mobil"

"Hah?"

Ups.. kayaknya jangan pake sapi deh. Blom waktunya sembelih kurban soalnya.

"Ada guguk ketabrak mobil" koreksi saya.

"Mobil kamu?" tanya Risna lagi.

"Bukan, tronton" kata saya.

Risna mengangguk-angguk "terus kamu gak apa-apa?" katanya lagi.

"Gak apa-apa kok"

"Oh.. ya udah.. kamu baru pulang darimana?" tanyanya.

Nah lohhh... gue musti jawab apa nih?

Tapi dipikir-pikir mendingan jujur jawabnya. "Aku mau ceritain, sekalian mau ngomongin soal kita kan?" kata saya.

Muka Risna menjadi pucat "Eh.. enggak, hari ini kamu istirahat dulu aja pasti capek. Nanti aja kita ngomong" kata Risna.

Saya menggeleng "Nggak, kita ngomong sekarang aja. Aku tuker baju sebentar kamu tunggu bentar." saya menatap Risna dan Ratna bergantian.

Kemudian masuk ke kamar untuk berganti baju.

Sebelum aku keluar aku mendengar suara isak tangis.

Risna sedang menangis dan Ratna sedang memeluknya untuk menghiburnya.

Well... saatnya menyelesaikan ini kan?



Lihat Semua Daftar Part Terbaru


Source : Kaskus

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silahkan Berkomentar Dengan Sopan :)