Aku Dan Sang Gadis Bermata Indigo Part 8
(Apa kamu ini Wolverine?)
(Apa kamu ini Wolverine?)
Reaksi saya ketika melihat ada cewek bersimbah darah tergeletak di depan saya adalah sebagai berikut :
Reaksi ke-1 : Panik
Reaksi ke-2 : Mikir 100 alasan kenapa bisa begitu dalam 2 menit.
Reaksi ke-3 : Akhirnya gerak deketin tubuh berdarah-darah itu.
Saya mendekati tubuh Elisa, masih bernafas.
Saking paniknya saya karena melihat tubuh yang berdarah-darah seperti itu. Saya menggendongnya dan meletakkannya pada sofa yang berada di dekat sana.
Ketika menggendong Elisa saya menyadari sesuatu... dia ringan sekali. (beneran Lis, waktu itu emang mikir gitu kok)
Setelah meletakkannya pada sofa, saya mengambil HP dan bermaksud akan mencari nomor telpon Ambulan terdekat. Dan seperti biasa, saat-saat darurat seperti ini Internet pada HP menolak untuk bekerja sama.
"Asem nih Internet!!" umpatku.
"Cindy?" bisik suara lemah dari belakangku.
"Elisa? kamu udah sadar?" kataku "Jangan bangun dulu, luka kamu parah banget" lanjutku seraya menahan tubuhnya dan membaringkan kembali gadis itu di sofa.
"Lho? koko?" Elisa melihat saya dengan wajah bingung.
"Kamu lupa? yang telpon saya pas tadi kamu..." saya melihat seluruh ruangan yang berantakan itu "Err.. pas kamu butuh bantuan?"
Elisa mengerutkan keningnya sambil berpikir. Sesaat kemudian dia baru ingat "Oh!! Iya.. aku maksudnya mau telpon Cindy, tapi malah kepencet nomor koko"
"Kamu sudah save nomor saya?" saya bertanya.
"Eits.. jangan salah paham!! aduh!!" teriak Elisa kesakitan sambil memegang kepalanya.
"Eh.. pelan-pelan.. bentar ya saya panggilin ambulans dulu" kata saya sambil menahan badan gadis itu.
"Hah? ambulans? gak usah ko" kata gadis itu cepat kemudian meringis lagi kesakitan.
"Gak usah gimana? kepala kamu ngucur gitu darahnya" balas saya.
"Enggak apa-apa.. bentar lagi juga sembuh" katanya "Lho.. ini kemeja koko ya?" tanya Elisa setelah menyadari kemeja yang kugunakan untuk menekan luka di kepalanya.
"Iya, udah diteken dulu lukanya biar gak keluar lebih banyak darah" kata saya sambil menekan lembut kemeja saya pada kepala Elisa.
Tapi gadis itu malah menarik tangan saya dan kain yang menekan kepalanya."Nggak apa ko, udah nutup kok" katanya.
"Hah?" saya hendak memprotes tapi Elisa menunjukkan tempat luka bocor pada kepalanya tadi.
Luka itu sudah menutup.
"Lho? hah? What?"
Gadis itu mengangkat tangannya dan menunjukkan luka-luka lecet di tangannya.
Luka-luka itu perlahan menghilang. Sekali lagi, menghilang, bukan sembuh, tapi menghilang, bagaikan terhapus.
"What?"
"Apaan sih ko, what-what?" Koko camen ya?" kata gadis itu sambil tersenyum jahil.
"Hah? eh enak aja dibilang camen" protesku, tapi jujur saja saya masih tercengang melihat kesembuhan luka Elisa yang barusan saya saksikan.
"Kamu ini Wolverine atau apa sih?" saya bertanya tanpa sadar.
"Apaan tuh?" tanya Elisa, bingung.
Saya menjelaskan padanya kalau Wolverine itu adalah karakter komik yang bisa menyembuhkan dirinya sendiri dengan cepat.
"Ahahahahahahahahahahahahahahaha!! Aduh-aduh!" Elisa tertawa keras sekali kemudian mengaduh kesakitan dan memegang bagian luka yang belum sembuh sempurna.
"Eii, malah ketawa" protes saya "Beneran saya nanyanya, kamu bisa sembuh dengan cepat gitu?"
Elisa masih berusaha menahan tawanya sebelum akhirnya dia menceritakan kepada saya mengenai kemampuannya. Dan juga menceritakan perihal mahluk yang menyerangnya itu.
Yang pengen tau kemampuan Elisa bisa baca di sini, sedangkan yang mau tau soal mahluk yang menyerang dia bisa baca di sini (pertama kali bertemu) atau di sini and di sini
Setelah mendengar cerita dari Elisa. Saya hanya berdiam diri.
Bukan, bukan supaya kelihatan cool kok. Saya ketakutan banget sampe speechless. Beneran tidak menyangka kalau saya akan mendapat kehormatan untuk bertemu dan berkenalan dengan orang yang bisa melihat 'dunia lain' sedangkan saya sendiri paling anti dengan yang namanya horror.
Dan sialnya sepertinya Elisa menyadari hal itu.
"Koko takut ya?" tanyanya dengan senyum tersamar.
"Ya" jawab saya jujur.
"ppffttt!! hahahahaha" dia tertawa lagi.
"He-he-heiii!!!" damn... suara saya gemetaran
"Ahahahahahahahahaha!!!" Suara tawa Elisa makin keras.
Saya merengut.
"Sorry-sorry, beneran sorry..gak nyangka aja koko Asdos yang menurut anak-anak keren sampe digosipin ternyata takut hantu" katanya sambil menatapku, kemudian tawanya berderai lagi.
Sialan.. batinku.
Bukan sialan ke gadis yang sedang menertawakan saya, bukan, sialan pada diri saya yang memang takut sama hantu.
Akhirnya tawa Elisa berhenti. Buset cewek ini, kayaknya ngebayar utang kagak ketawa berapa tahun kali ya? puas bener ketawanya soalnya...
Ampe keluar mata lagi ketawanya.
"Sorry, kali ini beneran" katanya lagi "Pantesan koko kemarin ditiup lehernya langsung pucet.." gumamnya.
"Hah? tiup leher?" tanya saya "OH!!" saya teringat pada pertama kalinya saya berbicara dengan Elisa, waktu itu saya merasa ada yang meniup leher saya.
"Jadi... maksud kamu yang waktu itu saya terasa dingin di leher?" tanya saya hati-hati.
"Iya.. itu 'mereka', maksudku 'hantu' "
Sontak seluruh tulang saya kayak karet... lemes banget seluruh tubuh saya seakan tubuh saya ini udah gak ada tulangnya sampe bisa joget-joget kayak air dancer (itu lho, boneka yang isinya udara bisa joget-joget)
"Sorry ko" kata Elisa lagi, saya menatap wajahnya. Dia mencoba terlihat serius tapi saya masih melihat kalau dia masih berusaha menahan tawa. "Soalnya waktu itu koko nyebelin sih" katanya.
"Haish..." kata saya akhirnya "Kamu beneran udah gak apa-apa?" tanya saya.
Elisa melihat badannya, sepertinya memang luka-lukanya sudah menghilang semua "Iya, kayaknya udah gak apa-apa" katanya sambil mencoba berdiri.
Namun gadis itu goyah ketika berdiri dan terjatuh. Saya menangkapnya.
"Hati-hati!!" kata saya.
Dan tidak sengaja memeluknya.
"Dihh, koko modus nih" kata gadis itu dari balik pelukan saya.
"Enak aja modus-modus, kamu beneran gak apa-apa?" tanya saya.
"Kalo gitu koko kesempatan nih" katanya sambil melepaskan diri dari pelukan saya.
"Sembarangan kamu ini deh, saya gak sempet mikirin modus-modusan sekarang, kamu beneran gak apa-apa?" tanya saya.
"Gak apa-apa sih. kehilangan banyak darah aja kayaknya" katanya ringan.
"Nggak apa-apa gimana" protes saya. "Uda sini ah, gak usah jual mahal" kata saya sambil menawarkan untuk membantunya berdiri.
"Awas ya coba-coba ambil kesempatan" ancam gadis itu.
"Heeeeehhhhh" saya sengaja menghembuskan nafas berat sekencang mungkin.
Gadis itu tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk saya bantu berdiri.
Saya memapahnya berdiri. "Tuhh kan, badannya ditempel-tempelin ke dada aku" (Iya Lis, bener kamu ngomong gitu dulu, ntar deh kamu pasti inget).
"Hahh??" kata saya "Enggak kok!!" protes saya kemudian.
"Sengaja!!"
"Enggak!!"
"Sengaja!!"
"Enggak!!"
"Sengaja!!"
"Suwer enggak, aku terasanya tulang rusuk doang!!"
'BUGGHH' Elisa menyikutku ('BLETAKKK' Elisa yang saat ini menjitakku)
"Enak aja tulang rusuk doang!!" protesnya.
Saya hanya diam. Ya gimana kagak diem, tulang rusuk bok.. disikut sekuat tenaga pula.
"Ngaku aja, terasa kan?!" katanya lagi.
Saat inilah saya merasa jadi cowok itu salah, coba deh, kalo begini mau jawabnya kayak apaan? tell me please? (jangan ketawa Lis)
"Iya..iya..iya..." jawab saya akhirnya.
"Tuuh kan emang sengaja!!"
"Enggak..." protes saya, kali ini hanya berbisik soalnya kayaknya rusuk saya retak deh waktu itu.
"Dihhh, batu!!"
"Iya deh kena... kali..."
"Ih mana ada kena pake kali-kalian"
Oh God why....
"Terserah deh" kata saya akhirnya sambil menurunkan Elisa pada tempat tidurnya.
"DIem disitu" perintah saya.
"Koko mau ngapain?" tanyanya.
"Diem, saya buatin makanan" jawab saya.
"Hah? makanan?" ujarnya bingung.
"Iya, kamu udah ilang banyak darah kan.."
"Mau beli darimana emang?"
Saya menatapnya kemudian tersenyum jahil "Saya masakin, berdoa aja ya" jawab saya.
"Hahhh!!!???" teriak Elisa kaget.
Saya meninggakannya untuk memasak sambil tertawa.
Sebenarnya sih saya bisa masak. Karena itu termasuk hobby saya. Cuma gadis itu tidak perlu tau, biarkan saat ini dia mengharapkan masakan yang acak-adul, yang lebih lucu kalau dia bentulan berdoa.
Dan.. kebiasaan anak kost deh ini, di lemari es Elisa hanya ada beberapa jus, susu dan roti tawar yang entah sudah berapa hari, keju KR*FT dan beberapa butir telur.
Di lemari makanannya hanya ada beberapa bungkus Indomie dan beras.
Ampun deh, kirain mah cowok doang yang makannya begini. Ternyata cewek juga yah....
Dengan berbekal bahan yang ada saya membuatkan nasi goreng keju untuknya. Yah sederhana sih, daripada gak ada apa-apa.
Saya membuka kamar Elisa untuk mengantarkan makanan itu "Makanan siap..Ups!!"
"AHHH!!"
Err.........
Err......
Gimana ya enaknya ceritainnya.....
Well.... Elisa sedang berusaha mengaitkan bra-nya ketika saya masuk. Jadi dengan buru-buru saya menutup kembali pintunya.
Tak lama kemudian dia keluar, sudah berganti baju dengan baju yang bersih. Tapi mukanya gak bersih, alias muka siap ngamuk "Ketok dulu kenapa sih!!!" omelnya.
"Sorry.. kirain kamu masih tiduran" jawab saya.
"Gak enak, lengket" katanya.
"Ohh..." gumam saya.
"Liat sampe mana tadi?" tuntutnya.
"Enggak liat kok"
"Boong banget, keliatan sampe mana aja?"
"Punggung doang"
"Trus Bra aku warna apa?"
"Biru.....ehhhh!!!?"
'WUSSH' tonjokan Elisa hanya berjarak beberapa senti dari wajahku yang mulus ini ketika dia menghentikan tonjokannya.
Sebentar, sebelom lanjut, mungkin pembaca perlu tau kenapa Elisa ini garang banget maen tonjok dan sikut saja? Karena dia maen Taekwondo, itu pertama. yang kedua (ini kata orangnya sendiri) karena kayaknya saya kalau ditonjok gak bakal kenapa-kenapa.
Oke lanjut.
Penyebab tonjokan dari Elisa berhenti bukan karena dia kasihan liat muka saya yang udah pas-pasan yang kalau dipermak lagi pake tonjokan bisa bikin tambah jelek jadinya.
Bukan.
Dia berhenti karena liat nasi goreng di tangan saya.
"Itu serius koko yang bikin?" tanyanya sambil melihat ke arah nasi goreng itu.
"Iya, mayat anak ayam yang jadi telor disini masih ada di dapur tuh sisanya, pancinya juga masih ada kalo kamu mau jilatin" kata saya ngasal.
Yah, enggak digubris tuh. Cewek ini hanya mengambil nasi goreng itu kemudian masuk ke kamar dan menutup pintunya.
Yaelah....
Yah mau gimana lagi, sembari menunggu dia makan, saya memutuskan untuk membereskan kekacauan di rumah ini.
Jadi, dengan jiwa ibu rumah tangga yang tiba-tiba merasuk ke diri saya, saya mulai mengambil kain pel (yang masih baru banget ketauan gak pernah dipake) dan ember.
Selagi saya mengepel darah yang tercecer di ruangan itu sembari membereskan sebisanya. Elisa keluar dari ruangan.
Dia melihat saya yang sedang mengepel dan membereskan ruangan dan tersenyum. Kemudian dia mengulurkan piring nasi goreng kosongnya "Ko.. masih ada lagi gak ini?" tanyanya.
Dan, seperti ibu-ibu yang senang anaknya makan lahap, bukannya saya kesal karena dia meminta seakan-akan saya ini pembantu, tapi malahan saya senang karena dia mau minta tambah. #Mak-MakmodeON
"Bentar saya bikinin lagi" kata saya sambil mengambil piring kosong itu dari tangan Elisa.
Jadi hari itu saya menemani Elisa dengan menjadi baby sitternya #ini serius.
Saya membersihkan rumah kontrakan yang berantakan itu, mengisi kulkas Elisa sampai penuh dengan bahan makanan, dan memasakkan makan malam untuk gadis itu.
Elisa hanya bingung memperhatikan saya yang menguruskan seperti emaknya sendiri.
Dia cuma mengatakan "Thanks" dengan pelan sebelum tertidur pulas.
Sekitar jam 8:30 malam, saya memutuskan demi kebaikan bersama sudah saatnya saya pulang. Tidak baik rasanya tinggal lebih lama di kost Elisa ini.
Saya hendak berpamitan pada gadis itu.
Saya mengetuk pintu gadis itu hendak pamitan. Tapi tidak ada jawaban.
"Elisa" panggil saya dari balik pintu.
"Koko pulang ya?" kata saya berpamitan.
"Uhhh!! Uhhh!!! AHHK!!"
suara Elisa! pikir saya.
Tanpa memikirkan apa-apa lagi, saya menghambur masuk ke kamar Elisa.
Elisa sedang tidur, tapi wajahnya pucat dan dia mengeluh dalam tidurnya dengan gelisah. Butir-butir keringat mengalir dari wajahnya.
Mimpi buruk!! pikir saya.
"Elisa!!" saya memanggil dia, tapi sepertinya dia tidak mendengar saya karena masih tertidur.
"Hei, Elisa!!" saya mencoba lagi dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya untuk membangunkannya.
Berhasil, dia membuka matanya sedikit.
Dia menatap saya, dan duduk dengan cepat. Wajahnya penuh dengan keringat.
"Kamu mimpi buruk?" tanya saya.
Dia tidak menjawab, tapi butiran air mata turun dari pipinya.
Saya panik.
Saya selalu panik kalau sudah berurusan dengan air mata cewek.
Elisa menarik bahu saya dan menangis sejadi-jadinya.
Sampai akhirnya gadis itu tertidur dengan menggenggam lengan kaos saya.
Genggamannya sangat kuat, dan tidurnya sangat nyenyak. Jadi saya menyerah dan duduk di tempat tidurnya malam itu.
Paginya saya encok
Reaksi ke-1 : Panik
Reaksi ke-2 : Mikir 100 alasan kenapa bisa begitu dalam 2 menit.
Reaksi ke-3 : Akhirnya gerak deketin tubuh berdarah-darah itu.
Saya mendekati tubuh Elisa, masih bernafas.
Saking paniknya saya karena melihat tubuh yang berdarah-darah seperti itu. Saya menggendongnya dan meletakkannya pada sofa yang berada di dekat sana.
Ketika menggendong Elisa saya menyadari sesuatu... dia ringan sekali. (beneran Lis, waktu itu emang mikir gitu kok)
Setelah meletakkannya pada sofa, saya mengambil HP dan bermaksud akan mencari nomor telpon Ambulan terdekat. Dan seperti biasa, saat-saat darurat seperti ini Internet pada HP menolak untuk bekerja sama.
"Asem nih Internet!!" umpatku.
"Cindy?" bisik suara lemah dari belakangku.
"Elisa? kamu udah sadar?" kataku "Jangan bangun dulu, luka kamu parah banget" lanjutku seraya menahan tubuhnya dan membaringkan kembali gadis itu di sofa.
"Lho? koko?" Elisa melihat saya dengan wajah bingung.
"Kamu lupa? yang telpon saya pas tadi kamu..." saya melihat seluruh ruangan yang berantakan itu "Err.. pas kamu butuh bantuan?"
Elisa mengerutkan keningnya sambil berpikir. Sesaat kemudian dia baru ingat "Oh!! Iya.. aku maksudnya mau telpon Cindy, tapi malah kepencet nomor koko"
"Kamu sudah save nomor saya?" saya bertanya.
"Eits.. jangan salah paham!! aduh!!" teriak Elisa kesakitan sambil memegang kepalanya.
"Eh.. pelan-pelan.. bentar ya saya panggilin ambulans dulu" kata saya sambil menahan badan gadis itu.
"Hah? ambulans? gak usah ko" kata gadis itu cepat kemudian meringis lagi kesakitan.
"Gak usah gimana? kepala kamu ngucur gitu darahnya" balas saya.
"Enggak apa-apa.. bentar lagi juga sembuh" katanya "Lho.. ini kemeja koko ya?" tanya Elisa setelah menyadari kemeja yang kugunakan untuk menekan luka di kepalanya.
"Iya, udah diteken dulu lukanya biar gak keluar lebih banyak darah" kata saya sambil menekan lembut kemeja saya pada kepala Elisa.
Tapi gadis itu malah menarik tangan saya dan kain yang menekan kepalanya."Nggak apa ko, udah nutup kok" katanya.
"Hah?" saya hendak memprotes tapi Elisa menunjukkan tempat luka bocor pada kepalanya tadi.
Luka itu sudah menutup.
"Lho? hah? What?"
Gadis itu mengangkat tangannya dan menunjukkan luka-luka lecet di tangannya.
Luka-luka itu perlahan menghilang. Sekali lagi, menghilang, bukan sembuh, tapi menghilang, bagaikan terhapus.
"What?"
"Apaan sih ko, what-what?" Koko camen ya?" kata gadis itu sambil tersenyum jahil.
"Hah? eh enak aja dibilang camen" protesku, tapi jujur saja saya masih tercengang melihat kesembuhan luka Elisa yang barusan saya saksikan.
"Kamu ini Wolverine atau apa sih?" saya bertanya tanpa sadar.
"Apaan tuh?" tanya Elisa, bingung.
Saya menjelaskan padanya kalau Wolverine itu adalah karakter komik yang bisa menyembuhkan dirinya sendiri dengan cepat.
"Ahahahahahahahahahahahahahahaha!! Aduh-aduh!" Elisa tertawa keras sekali kemudian mengaduh kesakitan dan memegang bagian luka yang belum sembuh sempurna.
"Eii, malah ketawa" protes saya "Beneran saya nanyanya, kamu bisa sembuh dengan cepat gitu?"
Elisa masih berusaha menahan tawanya sebelum akhirnya dia menceritakan kepada saya mengenai kemampuannya. Dan juga menceritakan perihal mahluk yang menyerangnya itu.
Yang pengen tau kemampuan Elisa bisa baca di sini, sedangkan yang mau tau soal mahluk yang menyerang dia bisa baca di sini (pertama kali bertemu) atau di sini and di sini
Setelah mendengar cerita dari Elisa. Saya hanya berdiam diri.
Bukan, bukan supaya kelihatan cool kok. Saya ketakutan banget sampe speechless. Beneran tidak menyangka kalau saya akan mendapat kehormatan untuk bertemu dan berkenalan dengan orang yang bisa melihat 'dunia lain' sedangkan saya sendiri paling anti dengan yang namanya horror.
Dan sialnya sepertinya Elisa menyadari hal itu.
"Koko takut ya?" tanyanya dengan senyum tersamar.
"Ya" jawab saya jujur.
"ppffttt!! hahahahaha" dia tertawa lagi.
"He-he-heiii!!!" damn... suara saya gemetaran
"Ahahahahahahahahaha!!!" Suara tawa Elisa makin keras.
Saya merengut.
"Sorry-sorry, beneran sorry..gak nyangka aja koko Asdos yang menurut anak-anak keren sampe digosipin ternyata takut hantu" katanya sambil menatapku, kemudian tawanya berderai lagi.
Sialan.. batinku.
Bukan sialan ke gadis yang sedang menertawakan saya, bukan, sialan pada diri saya yang memang takut sama hantu.
Akhirnya tawa Elisa berhenti. Buset cewek ini, kayaknya ngebayar utang kagak ketawa berapa tahun kali ya? puas bener ketawanya soalnya...
Ampe keluar mata lagi ketawanya.
"Sorry, kali ini beneran" katanya lagi "Pantesan koko kemarin ditiup lehernya langsung pucet.." gumamnya.
"Hah? tiup leher?" tanya saya "OH!!" saya teringat pada pertama kalinya saya berbicara dengan Elisa, waktu itu saya merasa ada yang meniup leher saya.
"Jadi... maksud kamu yang waktu itu saya terasa dingin di leher?" tanya saya hati-hati.
"Iya.. itu 'mereka', maksudku 'hantu' "
Sontak seluruh tulang saya kayak karet... lemes banget seluruh tubuh saya seakan tubuh saya ini udah gak ada tulangnya sampe bisa joget-joget kayak air dancer (itu lho, boneka yang isinya udara bisa joget-joget)
"Sorry ko" kata Elisa lagi, saya menatap wajahnya. Dia mencoba terlihat serius tapi saya masih melihat kalau dia masih berusaha menahan tawa. "Soalnya waktu itu koko nyebelin sih" katanya.
"Haish..." kata saya akhirnya "Kamu beneran udah gak apa-apa?" tanya saya.
Elisa melihat badannya, sepertinya memang luka-lukanya sudah menghilang semua "Iya, kayaknya udah gak apa-apa" katanya sambil mencoba berdiri.
Namun gadis itu goyah ketika berdiri dan terjatuh. Saya menangkapnya.
"Hati-hati!!" kata saya.
Dan tidak sengaja memeluknya.
"Dihh, koko modus nih" kata gadis itu dari balik pelukan saya.
"Enak aja modus-modus, kamu beneran gak apa-apa?" tanya saya.
"Kalo gitu koko kesempatan nih" katanya sambil melepaskan diri dari pelukan saya.
"Sembarangan kamu ini deh, saya gak sempet mikirin modus-modusan sekarang, kamu beneran gak apa-apa?" tanya saya.
"Gak apa-apa sih. kehilangan banyak darah aja kayaknya" katanya ringan.
"Nggak apa-apa gimana" protes saya. "Uda sini ah, gak usah jual mahal" kata saya sambil menawarkan untuk membantunya berdiri.
"Awas ya coba-coba ambil kesempatan" ancam gadis itu.
"Heeeeehhhhh" saya sengaja menghembuskan nafas berat sekencang mungkin.
Gadis itu tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk saya bantu berdiri.
Saya memapahnya berdiri. "Tuhh kan, badannya ditempel-tempelin ke dada aku" (Iya Lis, bener kamu ngomong gitu dulu, ntar deh kamu pasti inget).
"Hahh??" kata saya "Enggak kok!!" protes saya kemudian.
"Sengaja!!"
"Enggak!!"
"Sengaja!!"
"Enggak!!"
"Sengaja!!"
"Suwer enggak, aku terasanya tulang rusuk doang!!"
'BUGGHH' Elisa menyikutku ('BLETAKKK' Elisa yang saat ini menjitakku)
"Enak aja tulang rusuk doang!!" protesnya.
Saya hanya diam. Ya gimana kagak diem, tulang rusuk bok.. disikut sekuat tenaga pula.
"Ngaku aja, terasa kan?!" katanya lagi.
Saat inilah saya merasa jadi cowok itu salah, coba deh, kalo begini mau jawabnya kayak apaan? tell me please? (jangan ketawa Lis)
"Iya..iya..iya..." jawab saya akhirnya.
"Tuuh kan emang sengaja!!"
"Enggak..." protes saya, kali ini hanya berbisik soalnya kayaknya rusuk saya retak deh waktu itu.
"Dihhh, batu!!"
"Iya deh kena... kali..."
"Ih mana ada kena pake kali-kalian"
Oh God why....
"Terserah deh" kata saya akhirnya sambil menurunkan Elisa pada tempat tidurnya.
"DIem disitu" perintah saya.
"Koko mau ngapain?" tanyanya.
"Diem, saya buatin makanan" jawab saya.
"Hah? makanan?" ujarnya bingung.
"Iya, kamu udah ilang banyak darah kan.."
"Mau beli darimana emang?"
Saya menatapnya kemudian tersenyum jahil "Saya masakin, berdoa aja ya" jawab saya.
"Hahhh!!!???" teriak Elisa kaget.
Saya meninggakannya untuk memasak sambil tertawa.
Sebenarnya sih saya bisa masak. Karena itu termasuk hobby saya. Cuma gadis itu tidak perlu tau, biarkan saat ini dia mengharapkan masakan yang acak-adul, yang lebih lucu kalau dia bentulan berdoa.
Dan.. kebiasaan anak kost deh ini, di lemari es Elisa hanya ada beberapa jus, susu dan roti tawar yang entah sudah berapa hari, keju KR*FT dan beberapa butir telur.
Di lemari makanannya hanya ada beberapa bungkus Indomie dan beras.
Ampun deh, kirain mah cowok doang yang makannya begini. Ternyata cewek juga yah....
Dengan berbekal bahan yang ada saya membuatkan nasi goreng keju untuknya. Yah sederhana sih, daripada gak ada apa-apa.
Saya membuka kamar Elisa untuk mengantarkan makanan itu "Makanan siap..Ups!!"
"AHHH!!"
Err.........
Err......
Gimana ya enaknya ceritainnya.....
Well.... Elisa sedang berusaha mengaitkan bra-nya ketika saya masuk. Jadi dengan buru-buru saya menutup kembali pintunya.
Tak lama kemudian dia keluar, sudah berganti baju dengan baju yang bersih. Tapi mukanya gak bersih, alias muka siap ngamuk "Ketok dulu kenapa sih!!!" omelnya.
"Sorry.. kirain kamu masih tiduran" jawab saya.
"Gak enak, lengket" katanya.
"Ohh..." gumam saya.
"Liat sampe mana tadi?" tuntutnya.
"Enggak liat kok"
"Boong banget, keliatan sampe mana aja?"
"Punggung doang"
"Trus Bra aku warna apa?"
"Biru.....ehhhh!!!?"
'WUSSH' tonjokan Elisa hanya berjarak beberapa senti dari wajahku yang mulus ini ketika dia menghentikan tonjokannya.
Sebentar, sebelom lanjut, mungkin pembaca perlu tau kenapa Elisa ini garang banget maen tonjok dan sikut saja? Karena dia maen Taekwondo, itu pertama. yang kedua (ini kata orangnya sendiri) karena kayaknya saya kalau ditonjok gak bakal kenapa-kenapa.
Oke lanjut.
Penyebab tonjokan dari Elisa berhenti bukan karena dia kasihan liat muka saya yang udah pas-pasan yang kalau dipermak lagi pake tonjokan bisa bikin tambah jelek jadinya.
Bukan.
Dia berhenti karena liat nasi goreng di tangan saya.
"Itu serius koko yang bikin?" tanyanya sambil melihat ke arah nasi goreng itu.
"Iya, mayat anak ayam yang jadi telor disini masih ada di dapur tuh sisanya, pancinya juga masih ada kalo kamu mau jilatin" kata saya ngasal.
Yah, enggak digubris tuh. Cewek ini hanya mengambil nasi goreng itu kemudian masuk ke kamar dan menutup pintunya.
Yaelah....
Yah mau gimana lagi, sembari menunggu dia makan, saya memutuskan untuk membereskan kekacauan di rumah ini.
Jadi, dengan jiwa ibu rumah tangga yang tiba-tiba merasuk ke diri saya, saya mulai mengambil kain pel (yang masih baru banget ketauan gak pernah dipake) dan ember.
Selagi saya mengepel darah yang tercecer di ruangan itu sembari membereskan sebisanya. Elisa keluar dari ruangan.
Dia melihat saya yang sedang mengepel dan membereskan ruangan dan tersenyum. Kemudian dia mengulurkan piring nasi goreng kosongnya "Ko.. masih ada lagi gak ini?" tanyanya.
Dan, seperti ibu-ibu yang senang anaknya makan lahap, bukannya saya kesal karena dia meminta seakan-akan saya ini pembantu, tapi malahan saya senang karena dia mau minta tambah. #Mak-MakmodeON
"Bentar saya bikinin lagi" kata saya sambil mengambil piring kosong itu dari tangan Elisa.
Jadi hari itu saya menemani Elisa dengan menjadi baby sitternya #ini serius.
Saya membersihkan rumah kontrakan yang berantakan itu, mengisi kulkas Elisa sampai penuh dengan bahan makanan, dan memasakkan makan malam untuk gadis itu.
Elisa hanya bingung memperhatikan saya yang menguruskan seperti emaknya sendiri.
Dia cuma mengatakan "Thanks" dengan pelan sebelum tertidur pulas.
Sekitar jam 8:30 malam, saya memutuskan demi kebaikan bersama sudah saatnya saya pulang. Tidak baik rasanya tinggal lebih lama di kost Elisa ini.
Saya hendak berpamitan pada gadis itu.
Saya mengetuk pintu gadis itu hendak pamitan. Tapi tidak ada jawaban.
"Elisa" panggil saya dari balik pintu.
"Koko pulang ya?" kata saya berpamitan.
"Uhhh!! Uhhh!!! AHHK!!"
suara Elisa! pikir saya.
Tanpa memikirkan apa-apa lagi, saya menghambur masuk ke kamar Elisa.
Elisa sedang tidur, tapi wajahnya pucat dan dia mengeluh dalam tidurnya dengan gelisah. Butir-butir keringat mengalir dari wajahnya.
Mimpi buruk!! pikir saya.
"Elisa!!" saya memanggil dia, tapi sepertinya dia tidak mendengar saya karena masih tertidur.
"Hei, Elisa!!" saya mencoba lagi dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya untuk membangunkannya.
Berhasil, dia membuka matanya sedikit.
Dia menatap saya, dan duduk dengan cepat. Wajahnya penuh dengan keringat.
"Kamu mimpi buruk?" tanya saya.
Dia tidak menjawab, tapi butiran air mata turun dari pipinya.
Saya panik.
Saya selalu panik kalau sudah berurusan dengan air mata cewek.
Elisa menarik bahu saya dan menangis sejadi-jadinya.
Sampai akhirnya gadis itu tertidur dengan menggenggam lengan kaos saya.
Genggamannya sangat kuat, dan tidurnya sangat nyenyak. Jadi saya menyerah dan duduk di tempat tidurnya malam itu.
Paginya saya encok
Lihat Semua Daftar Part Terbaru
Source : Kaskus
Silahkan Berkomentar Dengan Sopan :)